Selasa, 31 Juli 2012

Candi Muaro Jambi



Komplek Percandian Muaro JambiSitus Kepurbakalaan Muaro Jambi merupakan tempat peninggalan purbakala terluas di Indonesia, membentang dari Barat ke Timur sejauh 7,5 km di Tepian Sungai Batang Hari dengan luas kurang lebih 12 kilometer persegi. Sebagian kecil berada di Barat Sungai Batang Hari. Tinggalan di sisi Timur Sungai masuk wilayah administratif Desa Muarojambi dan Desa Danau Lamo. Sedangkan di Barat Sungai berada di Desa Kemingking Dalam, Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muarojambi.

Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi terletak sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi di tanggul alam kuno Sungai Batanghari. Situs ini mempunyai luas 12 km persegi, panjang lebih dari 7 kilometer serta luas sebesar 260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai. Situs ini berisi 61 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah (menapo) yang belum diokupasi. Dalam kompleks percandian ini terdapat pula beberapa bangunan pengaruh agama Hindu.

Komplek Percandian Muaro JambiCandi Muarojambi diperkirakan berasal dari abad ke-11 M dibangun pada zaman Kerajaan Sriwijaya. Candi Muarojambi merupakan kompleks candi yang terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera. Situs Percandian Muarojambi merupakan satu kawasan kompleks pusat pendidikan Agama Budha.

Candi Muaro Jambi merupakan warisan budaya bernilai tinggi dimana bangunan-bangunan candi dan bekas reruntuhannya menunjukkan bahwa di masa lalu situs Percandian Muaro Jambi pernah menjadi pusat peribadatan agama Budha Tantri Mahayana.  Hal ini terlihat dari ragam temuan sarana ritual seperti, Arca Prajnaparamita, reruntuhan stupa, arca gajah singha, wajra besi serta tulisan-tulisan mantra yang dipahatkan pada lempengan emas atau digoreskan pada bata. Diantara bata-bata yang bertulis terdapat suku kata 'Wijaksana'’, kemudian sebutan 'wajra' pada lempengan emas, serta aksara nagari pada batu permata berbunyi 'tra-tra'.

Penemuan lain berupa manik-manik, perhiasan, tembikar, pecahan genting, dan sisa-sisa peralatan rumah tangga yang menunjukkan bahwa kawasan yang mengelilingi kompleks percandian ini juga pernah menjadi kawasan pemukiman, diduga kuat merupakan tempat bermukimnya para biksu dan pelajar Budha di masa lalu.



Selain itu, di situs ini juga ditemukan peninggalan berupa keramik dari Cina masa Dinasti Song (abad ke 11-12 Masehi), yang mengindikasikan adanya hubungan internasional yang telah terjadi pada masa itu. Sementara penemuan keramik Eropa abad ke-19 membenarkan adanya ekskavasi yang pernah dilakukan oleh Perwira Inggris dan sarjana Belanda abad ke 19-20.

Komplek Percandian Muaro JambiBerdasarkan aksara Jawa Kuno pada beberapa lempeng peninggalan diperkirakan berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini baru sembilan bangunan yang telah dipugar dan kesemuanya bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano. Dari sekian banyaknya penemuan yang ada daerah itu diperkirakan dahulu wilayah ini menjadi tempat bertemunya berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, Republik Rakyat Cina, dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang membentuk mandala.

Di dalam kompleks situs tidak hanya terdapat candi tapi juga menyimpan aneka artefak kuno seperti arca, keramik, manik-mani, mata uang kuno dll. Ada 8 kompleks percandian, kolam kuno, yang oleh penduduk setempat dinamai Kolam Telago Rajo, serta diperkirakan lebih dari 60 buah menapo yaitu gundukan tanah reruntuhan sisa bangunan kuno.

Pada mulanya situs Muaro Jambi tidak banyak dikenal orang dan hanya diketahui penduduk setempat. Baru pada tahun 1820, secara terbatas situs ini mulai terungkap setelah kedatangan S.C. Crooke, seorang perwira Inggris ketika bertugas untuk pemetaan Sungai Batanghari.  Ia mendapat laporan dari penduduk setempat tentang adanya peninggalan kuno di Desa Muarojambi. Selanjutnya tahun 1935-1936, seorang sarjana Belanda yang bernama F.M. Schnitger, dalam ekspedisi purbakalanya di wilayah Sumatera sempat melakukan penggalian terhadap situs Muarojambi. Sejak itu Muarojambi mulai dikenal dan mulai 1976 sampai saat ini, secara serius dan bertahap, dilakukan penelitian dan preservasi arkeologi untuk menyelamatkan situs dan peninggalan bersejarah di situs Muarojambi ini. Candi ini saat ditemukan merupakan batu merah yang tetumpuk. Beberapa tertumpuk membentuk stupa seperti layaknya candi Budha lainnya.

Komplek Percandian Muaro JambiDinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi telah mendaftarkan Candi Muaro Jambi sebagai salah satu warisan dunia ke organisasi internasional Unesco di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Langkah ini merupakan upaya untuk menjadikan situs Candi Muarojambi sebagai salah satu warisan dunia. Nomor registrasi untuk Candi Muarojambi adalah 5695, bahkan Candi Muarojambi sudah menjadi nomor satu dari sekian banyak kekayaan budaya di Indonesia yang diajukan ke Unesco sebagai warisan dunia. Dampak positif dari pengajuan ini kawasan kunjungan wisata akan meningkat di Provinsi Jambi. Selain itu, sastrawan, ilmuan, dan para penulis akan banyak berdatangan untuk meneliti dan menulis tentang candi ini.

Sejak pertengahan tahun 2007, usaha pemugaran dan pembangunan candi dari reruntuhan menapo berhasil ditemukan kembali dilakukan. Pemanfaatan kembali situs ini sebagai bagian dari upacara hari-hari besar keagamaan Agama Budha telah dilaksanakan, bahkan situs ini menjadi pusat pelaksanaan perayaan Waisak yang masuk dalam agenda Nasional disamping Borobudur.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar